Proses Penyelesaian Cerai dengan Alasan Berzina menurut UU Nomor 7 Tahun 1989 Ditinjau dari Hukum Islam
Abstract
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hukum Islam mengharamkan perbuatan zina tanpa membedakan status pelaku zina, baik yang melakukan itu belum ataupun sudah terikat dengan perkawinan yang sah. Adapun delik perzinaan ditegaskan dalam al-Quran dan sunnah. Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghairu muhsan) didasarkan pada ayat al-Quran, yakni didera seratus kali. Sementara bagi pezina muhsan dikenakan sanksi rajam. Rajam dari segi bahasa berarti melempari batu. Proses penyelesain perkara zina sesuai dengan hukum Islam yakni harus menghadirkan empat orang saksi benar-benar menyaksikan peristiwa zina yang dilakukan oleh seseorang yakni berada dalam tertangkap basah sedang berhubungan kelamin secara fisik dan biologis. Perbuatan zina tidak dapat didasarkan dari suatu konklusi apalagi berupa kesimpulan yang ditarik berdasarkan dugaan dari suatu keadaan dan peristiwa. Adapun Majelis Hakim dalam memutuskan perkara putusan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Hakim sudah melihat bukti-bukti dan berpendapat bahwa bukti-bukti tidak menunjukkan adanya perzinaan sehingga hakim menolak gugatan dari Penggugat.Date
2018Type
Skripsi/Tesis/Disertasi/Laporan D3Identifier
oai:repositori.uin-alauddin.ac.id:14854http://repositori.uin-alauddin.ac.id/14854/1/Hasrul_10400111018.pdf
Hasrul, Hasrul (2018) Proses Penyelesaian Cerai dengan Alasan Berzina menurut UU Nomor 7 Tahun 1989 Ditinjau dari Hukum Islam. Undergraduate (S1) thesis, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.